Cewek Manado

“Hati-hati lho nanti di Manado. Banyak godaan !” Begitu nasehat teman-teman saat saya menerima SK untuk pindah kerja ke ibu kota Sulawesi Utara, Manado. Kenapa begitu ? Katanya disana perempuannya cantik-cantik, putih-putih dan berani-berani. Oh ya ?

Hingga pada bulan November tahun 1999 saat saya memasuki tangga pesawat dari Makassar menuju Manado, nasehat itu masih terngiang. Apa benar begitu, atau hanya sekedar dilebih-lebihkan. Mengingat kata orang, memang Manado banyak meng-ekspor cewek-ceweknya ke berbagai penjuru tanah air dan kebanyakan dari mereka berprofesi sebagai penghibur dalam dunia malam. Uhhh bisa saja, tapi mungkin juga sih.

Berawal dengan keprihatinan

Begitu mendarat di bandara Sam Ratulangi dan kemudian mencari hotel tempat menginap sementara sebelum nantinya cari kos-kosan, saya disodori bukan masalah cewek Manado melainkan justru masalah pengungsi Ambon. Lho kok ? Pada saat itu memang lagi ramai-ramainya konflik di Ambon yang mengakibatkan sebagian masyarakatnya mengungsi ke daerah-daerah di luar konflik. Dan sebagian larinya ke Manado.

Malam pertama saat menginap di hotel, tengah malam dikejutkan oleh teriakan-teriakan dari orang-orang yang masuk untuk menginap di hotel. Mengganggu memang, tapi begitu saya keluar ingin melihat apa yang terjadi ternyata mereka adalah para pengungsi dari Ambon yang baru sampai dari pelabuhan Manado. Rombongan beberapa keluarga, wajah kusut dan capek disertai bawaan seadanya dengan jalan terseok seakan tiada gairah karena keterpaksaan. Katanya mereka mengungsi dengan meninggalkan seluruh harta bendanya di Ambon dan hanya membawa beberapa barang yang dapat diselamatkan. Anak menangis dan orang tua muram bahkan sebagian dari mereka ikut meneteskan airmata tanda berduka.

Kami bersimpati atas penderitaan mereka. Ahhh perang, dimana-mana rakyat yang nggak tahu apa-apa jadi korban.

Saya menjadi teringat saat beberapa hari yang lalu sebelum meninggalkan Makassar, sempat melihat dan menengok para pengungsi Ambon yang mengungsi ke Makassar. Sebagian adalah teman-teman yang kemudian ditempatkan di mess-mess perusahaan. Seluruh anggota keluarga dibawa meninggalkan harta benda dan kenangan indah tentang Ambon manise. Jalinan kehidupan yang indah yang begitu lama dijalani di Ambon, hilang begitu saja dalam beberapa saat setelah picu perang terletup melibatkan antar golongan yang dahulunya diikat dalam satu gandong.

Begitupun di Manado. Teman-teman dari Ambon beberapa hari kemudian datang ke Manado dan minta untuk memulai hidup di Manado setelah kehidupan mereka hancur disana. Beberapa waktu kemudian saya melihat begitu banyak ternyata konflik yang terjadi di Indonesia Timur. Dan sebagian teman di kantor secara langsung terimbas. Sebut di Dili, Timor Timur waktu itu. Betapa beberapa teman disana, terpaksa lari dari Timor dengan hanya membawa baju yang melekat di badannya.

Betapa setelah konflik Ambon, kemudian muncul konflik di Poso dan Palu. Semua bernuansa SARA. Heran, kenapa konflik bisa meluas sedemikian cepat. Adakah disengaja ? Wallahu’alam. Belum lagi beberapa konflik dengan penduduk asli di Papua. Makanya sering kita sebut bahwa region Indonesi Timur adalah wilayah rawan konflik.

Kos-kosan pertama dan terakhir

Satu rumah panggung dari kayu yang cukup besar berada di tengah kota. Disamping kiri adalah dealer Auto 2000. Dibelakangnya terdapat beberapa kamar. Ternyata rumah panggung dan kamar-kamar itu adalah satu kepemilikan yaitu seorang doker yang buka praktek tidak jauh dari situ. Dia memiliki rumah tersebut sudah cukup lama dan akhirnya dijadikanlah sebagai kos-kosan.

Sebenarnya sih secara umum, kamar yang ditawarkan sangat tidak layak. Yang tersisa pada saat itu hanyalah kamar bujur sangkar ukuran sekitar 2,5 meter. Ada meja kecil disudut ditambah dengan satu kursi butut. Sementara di sudut lain teronggok tempat tidur kayu dengan kasur tipis dari busa dengan ditopang oleh rangka kayu yang setelah saya perhatikan sebagian kakinya telah berlobang dimakan rayap. Lantai kelihatan masih kotor karena belum diberi alas. Pintu tempat keluar terasa berat karena terbuat dari kayu dengan cat yang sudah tidak rata lagi. Untuk menghalangi privacy dengan ”tetangga sebelah” kiri dan belakang, dibatasi dengan triplek. Sehingga kalau ingin mengungkapkan sesuatu yang tidak ingin diketahui tetangganya, harus dengan berbisik. Karena obrolan yang biasapun dapat didengar, apalagi bila kuping ditempelkan didinding triplek. Bunyi-bunyi yang mencurigakan disebelah, jangan dianggap kalau tidak ingin pikiran dipenuhi oleh khayalan yang bukan-bukan.

Sebenarnya aku kurang ”berkenan” dengan kondisi ini. Namun setelah saya perhatikan depan kamar yang cukup luas dan di kanan kiri ditumbuhi pohon mangga serta ditengahnya terdapat garis-garis putih bekas lapangan buku tangkis, saya merasakan kesegaran juga. Biar didalam terasa cukup panas, namun saat duduk dimuka, semilir angin melewati halaman terasa menyejukan. Apalagi setelah bicara dengan beberapa penghuni lama yang ternyata sangat ramah dan beberapa diantaranya ternyata para pengembara dari jawa. Akhirnya sementara diputuskan saja untuk mengambil salah satu kamar tersisa.

Dan kegiatan selanjutnya adalah memenuhi segala kebutuhan harian seperti sabun, obat gigi (orang Manado bilang untuk odol), sikat gigi, gayung mandi, ember, karpet plastik dan lemari plastik. Malamnyapun merangkai lemari plastik dan memasang karpet plastik bermotif kotak yang ditengahnya ada hiasan bunga. Di kamar sempit itu, banjir keringat pertamaku di Manado terjadi malam itu.

Ragam penduduk kos-kosan

Setelah prosesi perkenalan penduduk penghuni kos-kosan dilakukan, saya langsung nyekrup dengan mereka karena ternyata asal dan profesinya beraneka ragam. Beberapa berasal dari Jawa, ada yang dari Sumatra dan terdapat pula penduduk asal setempat. Umur dan kedewasaannyapun bermacam-macam. Dan yang jelas, tercampur antara penghuni wanita dan pria.

Profesi yang disandang bermacam-macam. Pegawai bank BUMN, pegawai negri yang ditempatkan di Manado, pegawai swasta, mahasiswa, pegawai outsource dan pekerja di night club.

Obrolan terjadi dimana-mana. Didepan kamar, didalam kamar, dilapangan bulutangkis, didepan kamar mandi (nggak ada yang didalam kamar lho). Kenapa di depan kamar mandi ? Karena sekitar kamar mandi adalah sebagian dari kegiatan utama sehari-hari. Mencucui baju, mencuci piring dan mencuci diri. Masalahnya tidak ada kamar dengan kamar mandi didalam sehingga dengan jumlah kamar yang cukup banyak maka fasilitas kamar mandi yang tersedia menimbulkan antrian pada jam-jam sibuk dipagi hari.

5 Cewek kos-kosan

Panggilan cewek di Manado sudah menjadi kata yang general. Bila kita tidak kenal dengan seorang wanita muda, panggilah dia dengan cewek. Di suatu food court misalnya, saat anda menginginkan sesuatu dan kebetulan yang menjadi pelayannya adalah seorang wanita muda, maka begitu anda mengacungkan tangan dan memanggilnya dengan sebutan cewek, maka dengan senang hati dia akan melayani permintaan kita. Tapi ingat, lambaian tangan jangan diganti dengan nyala dari korek api gas yang anda nyalakan dan pegang. Karena hal itu adalah kebiasaan di dunia malam, dugem.

Ketika saya tanya pada teman di kantor mulai kapan sih panggilan cewek dan cowok menjadi kebiasaan di Manado, teman saya menjawab :”Nin tau le, kita so nyanda pernah pangge deng nona for cewek.” Menurut saya, kayaknya ini adalah imbas dari keterbukaan untuk menerima pengaruh dari budaya lain. Dan kalau saya perhatikan lagi bahasa Manado kota, sudah banyak berbeda dengan bahasa Manado lama. Saya bisa sedikit bahasa Manado dan cukup lancar ngobrol dengan mereka, tapi begitu ngobrol dengan oma atau opa saya hanya bengong. Ketika menyaksikan karaoke dan membaca teks nyayian lagu-lagu lama Manado, sayapun akhirnya hanya bisa menghapal tanpa tahu arti. Sebab yang saya tanyapun, anaknya nggak terlalu paham juga.

Ada lima cewek dikos-kosan. Sebut saja, Ane, Ine, Mona, Nina dan Ike. Umumnya cantik-cantik. Ine, pernah menjadi putri Manado dan oleh karenanya wajahnya memang cantik nggak kalah sama bintang sinetron. Badannya juga langsing (tapi menurut saya terlalu kurus). Orangnya ramah dan sedikit bebas seperti umumnya orang Kawanua. Sudah mempunyai paitua (pacar) anak konglomerat di Manado. Tapi anehnya kadang-kadang saya lihat masih sempat jalan sama cowok lain temannya. Sempat torang (kita) ngobrol, katanya sih masih belum ada kecocokan dengan dia soal prinsip dan agama.

Sempat beberapa kali cekcok, namun akhirnya mereka kaweng jua.

To be continued

Tags: , , , ,

6 Responses to “Cewek Manado”

  1. rasyid Says:

    eedodoeee…

  2. bumisegoro Says:

    ditunggu sambungannya…

  3. Djoelian Says:

    Saya sependapat klo cewek2 Manado cantik2.. malah cukup ‘ramah’ buat ukuran orang yang baru kenal beberapa menit!

  4. Pdm.ALDY.A.MASSIE Says:

    saya cinta manado.081210199923

  5. andha^luvSandow Says:

    cwe manado mank cantik2…
    susah nyari cwe mdo yang gak cantiq..
    gak semua lo cwe2 di mdo merupakan call girl…
    itu tergantung dari kepribadian orang itu sendiri
    Manado is the best!!!!!

  6. Zra Andre budiman Says:

    Cantik” lah,
    Tapi yg namanya call girl, trgntng . .
    Di sini cwenya ramah kok. . .

Leave a reply to Zra Andre budiman Cancel reply