Cewek Manado (4) : Mona dan Tante Mona

Mona dan tante Mona adalah dua orang yang berbeda. Kebetulan nama panggilannya sama, tapi fam-nya berbeda.

Mona masih seorang cewek dan tante Mona sudah menjadi seorang janda. Mona masih berumur sekitar dua puluhan dan tante Mona dua kali lebih dari Mona, mendekati lima puluhan. Namun secara fisik keduanya berbeda jauh. Mona mempunyai bentuk badan yang kecil mungil dengan bentuk wajah yang imut. Sementara tante Mona berbadan tinggi besar dan sedikit gode (gemuk) dengan hidung mancung dan mata sedikit sayu.

Dan secara sifat ada sedikit persamaan diantara mereka. Keduanya sama-sama agak pendiam. Saya sebut agak karena perbandingannya adalah Ane dan Ine. Dibandingkan dengan mereka Mona dan Tante Mona lebih pendiam. Maksudnya tidak begitu mudah untuk membuat obrolan yang menarik dan rame dengan melibatkan Mona dan Tante Mona. Tidak seperti Ane dan Ine yang begitu diberi triger sedikit, akhirnya justru kemudian kita yang kewalahan menghadapi gempuran cerocosan kata-katanya. Namun Mona dan tante Mona tidak. Hanya pada waktu dan suasana yang tepat saja mereka dapat mengobrol dengan enak. Satu hal lagi, bila mereka menemukan teman atau habitatnya, baru mereka terlihat ramai.

Tondano Minahasa

Dan hal lain yang menyamakan Mona dan tante Mona adalah asal mereka yaitu Tondano, Kabupaten Minahasa. Saya nggak sampai mendesak lebih detail kampung mereka, apakah dari Kakas, Pineleng, Tompaso, Kawangkoan, Remboken, Langowan, Tombulu atau daerah lainnya. Tidak terlalu penting bagi orang luar seperti saya mengidentifikasi terlalu jauh asal seseorang. Memangnya apa manfaatnya ? Kalaupun ada, paling hanya untuk memahami sifat-sifat umum dari suatu daerah tertentu. Itupun biasanya hanya untuk lebih mencairkan obrolan saat bertemu dengan teman baru atau sarana baku sedu bagi obrolan antar teman. Sebab dari obrolan teman-teman, kita jadi tahu sifat orang Kakas umumnya yang katanya paling hobi makan banyak. Atau orang Remboken yang agak ”panas”, orang Tompaso yang masih lugu atau Airmadidi sebagai ”penghasil” para wulan nan jelita dan waraney nan gagah.

Dan yang menarik dari Tondano adalah danau Tondano-nya, Bukit Kasih Kanonang serta panorama alam yang indah dan menghijau. Kelapa tersebar merata di hampir seluruh wilayah. Coba pandang dari ketinggian saat pesawat bersiap mendarat ke bandara. Cengkih dan vanili menghijaukan wilayah persada. Ingat kejayaan cengkih masa-masa silam ? Dimana harga cengkih masih sangat tinggi dan diimbangi dengan panen yang melimpah. Maka seantero Tondano, Manado dan Sulawesi menikmati melimpahnya rupiah. Limpah Rupiah begitu mudah didapat sehingga menghamburkannyapun demikian gampang.

Saya jadi ingat cerita-cerita mereka saat masa-masa kejayaannya itu. Pada sekitar tahun delapan puluhan saat saya kalau nggak salah baca Majalah Tempo waktu itu, saya sempat tertawa kecil saat membaca berita tentang suatu daerah di Indonesia yaitu Tondano (Waktu itu saya belum berfikir bahwa suatu saat saya akan menginjak bumi itu). Berita apa itu ? Di Tempo diceritakan bahwa karena begitu melimpahnya uang, maka mereka (para petani cengkih yang lagi panen) membelanjakan (tepatnya menghabiskan) uang dengan membeli apa saja yang berbau modern dan barang baru yang dipajang di toko-toko di Manado. Termasuk mereka membeli kulkas versi baru dari merek terkenal. Dan saat diangkut dan dibawa kerumah mereka di Tondano, mereka kebingungan karena ternyata dirumah mereka listrik belum ada sehingga kulkas tidak dapat berfungsi. Akhirnya mereka fungsikan kulkas sebagai lemari pakaian.

Dan setelah saya konfirmasikan dengan om-om di Tondano mengenai cerita tersebut, dengan senyum kecut mereka membenarkannya. Tapi sebagai perwujudan kebanggaan mereka kemudian memperlihatkan foto-foto yang telah dibingkai didinding-dinding rumah tentang ”petualangan” pada masa jaya saat ”bermain” di Amsterdam, Singapura, London dan negara manca lainnya. Sebab katanya, ketika masa panen tiba pergi keluar negri sendirian atau beserta keluarga adalah suatu hal yang biasa.

Dan sisa-sisa kejayaan itu masih ada. Setidaknya panen raya cengkih masih ada meskipun dengan harga jual yang tidak melangit lagi. Dan juragan-juragan cengkih sudah banyak beralih menjadi juragan mikro, atau masih juragan tetapi tidak juragan besar lagi.

Tante Mona yang tegar

Begitupun tante Mona. Selaku mantan istri bos cengkeh yang dahulunya begitu melimpah uang, rasanya kehidupannya dahulu dilimpahi dengan kecukupan. Artinya secara umum kebutuhan hidup keluarganya tidak menemui masalah karena dicukupi rejeki cengkeh. Namun yang bermasalah justru kebutuhan rohani. Dasar laki-laki, begitu dikaruniai kelebihan harta maka kelebihan itu dimanfaatkan untuk menarik minat perempuan lainnya. Dan akhirnya suaminya berpaling.

Tidak perlu diungkap air mata yang tumpah karena peristiwa itu. Yang jelas tidak ada air mata yang menitik saat tante Mona menceritakan riwayatnya. Hanya semburat duka dan sekilas kekecewaan bergelayut di gemetar bibir mengiringi penuturan cerita duka.

Meskipun pahit akhirnya tante Mona memisahkan diri dan mulai menghidupi dirinya sendiri. Merantau ke Manado guna mencari penghidupan tanpa bergantung kepada mantan suami. Beriringan halang dan rintang mewarnai kehidupannya kemudian. Namun sikap tegar dan besarnya hasrat untuk menunjukan pada dunia akan kemandiriannya melebihi itu semua. Sedikit demi sedikit, jalan yang dirintisnya mulai menampakan hasil. Walau sempat menjadi kutu loncat dengan berpindah-pindah kos-kosan, namun akhirnya kemapanan diperolehnya. Tidak dengan perjuangan ringan tentu saja.

Tipikal tante Mona adalah perempuan keras hati dan keras kemauan. Kegagalan demi kegagalan tidak cukup kuat untuk menghentikan upayanya. Upayanya melaju terus diiringi dengan berbagai kegetiran. Dan sebenarnyalah tinggal waktu saja yang nanti akan membuktikan bahwa pasti tante Mona akan berhasil.

Begitulah tante Mona. Tertawanya timbul saat kita mengisi waktu luang dengan maen kartu bersama. Tertawanya makin renyah saat kupuji bahwa tante Mona awet muda dan menjawabnya dengan diplomatis ”Masak sih, qita so tua bagini masih kelihatan muda kah ? Ini memuji atau menyindir !”.

Dan semangat tante Mona akan kelihatan bila diminta menceritakan perjuangannya. Disela isapan rokok mild kegemarannya, maka ceritanya mengalir runtut dari mulutnya.

Darinya saya belajar banyak akan makna perjuangan hidup yang tidak akan pernah selesai sampai ajal menjemput.

Mona yang misterius

Sikapnya yang tidak terbuka inilah yang membuat kehidupannya diselimuti oleh ketidakjelasan bagi kami. Tentu saja tidak etis untuk mengorek sisi-sisi kehidupannya. Hanya melalui mulut teman-temannya dan mulut teman-teman kami, kemisteriusan Mona sedikit terungkap.

Sedikit karena intens obrolan dengannya sangat jarang. Yang kami tahu, dia beberapa kali dikunjungi paituanya. Namun sikap paituanya yang tidak ramah setiap kali berkunjung membuat kamipun semakin segan untuk berhubungan. Bahkan suatu kali hampir terjadi perkelahian dengan salah satu penduduk kos-kosan akibat ketidakramahan sikap paitua Mona.

Obrolan saya dengannya hanya terjadi beberapa kali. Itupun terasa kaku seolah ada penghalang yang memisahkan kecairan. Hanya suatu saat ketika dia membutuhkan bantuan untuk memperbaiki pintu kamarnya, maka saya waktu itu yang kebetulan berada paling dekat dengan kamarnya membantu memperbaikinya. Dan sedikit kata-kata berucap dari mulutnya. Dan secara tidak sengaja saya baru tahu bahwa diatas dadanya ada diukir tato bergambar kupu-kupu mungil berwarna. Eehmm … (Jangan berpikiran macam-macam lho, saya tidak mengintip karena pada saat itu dia memang memakai kaos yang kegedean. Dan saya tidak sengaja melihatnya. Ingat hanya melihat tato saja, tidak melihat yang lain).

Dan setelah itu, hanya sekali-sekali saja dia memberikan senyuman dan salam saat bersua dipagi atau di sore hari ketika dia pergi atau pulang kerja.

Dan Mona masih tetap misterius saat meninggalkan kos-kosan begitu saja tanpa mengucapkan salam perpisahan kepada penduduk kos-kosan.

Dan Mona masih tetap misterius sampai saya mendengar kabar bahwa dia telah menikah dan sekarang terdampar di Jakarta bekerja sebagai pekerja malam di sebuah pub di Jakarta.

Tags: ,

No Responses to “Cewek Manado (4) : Mona dan Tante Mona”

  1. wawan Says:

    gud

  2. Christian Says:

    wowww….Mas Prabu ini so tau seluk beluk Wewene manado kang???
    maar apa yg Mas Prabu cerita ttg Manado deng cewek2nya nd bisa disangkal…..btw, brpa lama Mas Prabu tinggal di manado?

  3. prabu Says:

    Qta da tinggal disana sekitar 4 tahun dan dilanjut ke ambon. Btw christian apakah warga kawanua ?

  4. Awan Says:

    kenalan ya

    Awan
    085727020700 / 02470385100

  5. Awan Says:

    kenalan ya

    Awan
    085727020100 / 02470385100

  6. Awan Says:

    ciamik

    angga 085727020100

  7. Pdm.ALDY.A.MASSIE Says:

    hal…….oo cowo dan cewe manado jadi kan .hidupmu menjadi berkat buat org tua kamu dan orang lain Tuhan yesus memberkati.(Pdm.ALDY.MASSIE.-JAWA BARAT)

  8. Pdm.ALDY.A.MASSIE Says:

    salam dalam kasih Tuhan Yesus kristus ……..? hal…….oo anak Langowan . pesan saya jadikan hidup menjadi berkat. kalau kamu sudah melakukan hal yang tidak baik.kembali ke.jalan yang Tuhan mau. supaya hidup menjadi berkat.walapu kamu masi muda.- 1TIM 4:12…… Tuhan Yesus Memberkati.( Pdm.ALDY.A.MASSIE.- KOTA.DELTA MAS NICE A/6 BEKASI – JABAR .HP.081210199923)

Leave a reply to Christian Cancel reply